Tentunya masih ingat, ketika kita (bangsa Indonesia) mencak-mencak lantaran Reog tiba-tiba diakui oleh Malaysia sebagai hasil kebudayaannya, begitupun dengan batik, keris dan beberapa tarian daerah lainnya. Sontak sorai tiba-tiba sentimen "anti Malaysia" bergema dalam tajuk utama "ganyang Malaysia", bangkitlah nasionalisme kita.
Tapi ketika sumber air dan pertanian mulai terkotak-kotak dalam "korporasi" serta praktek monopoli mulai menampakkan wajah garang nan rakusnya, seketika pula nasionalisme menemukan perannya, sekedar sebagai kebanggaan kosong, melompong. Bengong.
Jum'at, 3 Mei 2013, selepas latihan theater, saya nongkrong di aula sekolah sampai malam. Bersama beberapa alumni Karter yang kini tergabung sebagai Creew GSP, seorang mahasiswa ISI jurusan Theater dan Pak Kebun Sekolah, awalnya membicarakan masalah tentang perilaku oknum kekanak-kanakkan terhadap anggota Karter yang kini masih duduk di kelas VII dan VIII~meskipun perilaku tidak terhormat itu seringnya menimpa saya sebagai pembina Karter, dari bentuk sabotase,diskriminasi, intimidasi hingga tekanan-tekanan mental (disini kekerasan terjadi lewat kata-kata) terjadi dan menimpa anggota yang terhitung masih dalam usia anak-anak.
Berlanjut kepada perseteruan Indonesia-Malaysia tentang hak paten produk budaya, kembali pada masalah reog dan tari pendet. Sebagaimana pendapat umum, pandangan-pandangan yang muncul waktu itu mengarah pada rasa nasionalisme yang hanya "gebyar"nya saja, dengan begitu yang tampak dipermukaan bukanlah gambaran suatu bangsa yang kreatif, tapi malah mengesankan bangsa yang reaktif dan pemarah.
Saya kemudian mengedepankan contoh musik "punk" yang bukan dari tanah air atau genre musik yang lain yang bukan berasal dari tanah air. Punk muasalnya dari Inggris, ia muncul dari suatu budaya tandingan bikinan anak-anak buruh, sudah pasti juga merekam aktivitas dan harapan mereka, kemudian punk mulai diterima oleh kebanyakan pemuda-pemuda diberbagai bangsa di dunia, sempat pula mendapat sumbangan dari pemuda Amerika berupa "culture" jalanan.
Punk juga diterima dengan tangan terbuka oleh pemuda Indonesia, suatu tradisi baru untuk menyalurkan hasrat perlawanan terhadap kebudayaan yang mapan (dan lebih dari itu) yang tidak saja hanya sekedar tradisi bermusik tapi juga mengenai fashion dan gaya hidupnya, ia diterima dan dimiliki oleh pemuda-pemuda yang menjelmakan dirinya dalam culture punk dengan segenap pandangan hidupnya. Pemuda Inggris, sama sekali tidak menuntut hak paten atas hal ini.
Sebagaimana sapu, seluruh bangsa di muka bumi ini memiliki dan memanfaatkannya tanpa pernah mengerti asal muasal sapu dan tidak terdapat satupun bangsa yang meng"klaim" hak paten atas sapu. Baik sapu maupun punk telah menyumbangkan sebentuk gagasan yang telah merubah pola pikir dan gaya hidup masyarakat dunia. Punk dalam kehadirannya merupakan ruang gerak yang banyak menyediakan pengaruh dari percampuran isme-isme yang bisa saja dipilih secara serampangan, yang pasti sangat liberal.
Musik rock, Rnb, hip-hop dan apapun merupakan hasil budaya yang datang dan tiba-tiba dinikmati dan dimiliki secara bersama, dan disadari atau tidak juga menyusupkan beragam ide/gagasan pola pikir dan gaya hidup yang memberi arus baru diluar arus utama, yang pada dasarnya adalah pembentukkan gagasan menuju universalisme dengan dasar liberalisme~meskipun bagi saya kesannya malah penyeragaman, yaitu "bebas-bebasan".
Saya berpikir (sebenarnya: berandai-andai) jika ingin Indonesia mendunia tentunya hasil kebudayaannyalah yang harus terlebih dahulu dikedepankan/ditawarkan dan disumbangkan kepada masyarakat dunia tanpa ada rasa takut kehilangan karena di"klaim" oleh bangsa lain, dengan kata lain jika memang Indonesia adalah bangsa yang kreatif maka biarlah hasil budaya yang ada dimiliki oleh masyarakat dunia sebagai bentuk sumbangan dan terus berupaya menciptakan hasil-hasil kebudayaan yang baru untuk kembali disumbangkan kepada masyarakat dunia.
Dengan sumbangan-sumbangan yang berbentuk hasil budaya itulah juga nantinya pola pikir, gagasan/ide atau bahkan "isme" dapat didiskusikan dan diterima oleh masyarakat dunia. Pancasila, sumbangkan kepada masyarakat dunia agar kita bisa bertarung-bersaing: mana yang lebih baik antara pancasila atau demokrasi Amerika.
Sedikit yang terekam dalam ingatan saya waktu itu ketika Pak Man, tukang kebun sekolah berkata "kita bisa lihat, orang yang tidak kreatif bawa'annya takut, maka nantinya orang seperti itu hanya akan menutupi ketidak kreatifannya dengan menjelek-jelekkan temannya yang lain", ya lebih baik terus berusaha memperbaiki diri daripada hanya sekedar terus-terusan mengklarifikasi, salam.