Pramoedya Ananta Toer

"kau pribumi terpelajar! Kalau mereka itu, pribumi itu, tidak terpelajar, kau harus bikin mereka jadi terpelajar. Kau harus, harus, harus bicara pada mereka, dengan bahasa yang mereka tahu"

Minggu, 30 Maret 2014

Humanisme

Humanisme atawa kemanusiaan oleh Poespoprodjo dan K. Bertens dikatakan sebagai dasarnya moral, dari rasa kemanusiaan inilah kualitas moral diukur. Tentang bagaimana suatu perbuatan dapat dikatakan manusiawi; sesuai dengan rasa kemanusiaan; atau sama sekali tidak berkenaan dengan manusia, dan bagaimana suatu perbuatan menyalahi atau tidak sesuai dengan rasa kemanusiaan. Seperti kasus pembunuhan antar manusia, yang sudah pasti baik secara kemanusiaan adalah tidak tepat alias menyalahi, baik membunuh manusia lain maupun kasus bunuh diri, bukan tentang "gol bunuh diri" sebagaimana yang dilakukan oleh Terry saat laga Crystal Palace (1) VS Chelsea (0) dimana tulisan ini mulai saya pikirkan. Dan bukan semua ini yang sedang ingin saya tulis.

Yang ingin sekali saya tulis adalah sebuah pertanyaan "kemanusiaan atau humanisme yang seperti apa yang sesuai dengan Indonesia?" Jadi perlu juga untuk menarik perhatian lebih kebelakang, pada masa awal kemunculan 'humanisme' dan tidak mungkin untuk menulis sejarahnya secara panjang-lebar, cukuplah disadari bahwa kemunculan humanisme atau kemanusiaan ini sebenarnya muncul saat manusia itu ada. Tidak akan ada kemanusiaan tanpa ada manusianya, ya kan?

Sebagaimana yang pernah terjadi di Eropa saat berakhirnya jaman yang konon katanya "jaman kegelapan" atau sering dikenal dengan istilah 'aufklarung'~jaman kegelapan diganti dengan pencerahan oleh gerakan aufklarung, dari sini pula istilah 'humanisme' jadi populer. Aufklarung menempatkan akal-budi sebagai instrumen pengetahuan paling penting (rasional) membebaskan manusia dari doktrin-doktrin untuk memunculkan apa yang disebut eksistensi manusia. Waduh, kok malah melebar... intinya, pada masa ini pula pengetahuan mulai terpisah dari ikatan religi.

Lebih-lebih ketika muncul pernyataan dari seorang humanis yang revolusioner, Karl Marx. Marx dalam pernyataannya menempatkan agama sebagai penghambat kemanusiaan, tentunya dengan melihat kerangka cita-cita sosialismenya yaitu melenyapkan sekat-sekat kelas yang subordinatif, nah dalam persoalan ini Marx mengatakan bahwa "agama adalah candu" yang meninabobokkan manusia dari ketertindasannya.

Sebenarnya pernyataan Marx ini adalah bentuk kritik terhadap tesis Feuerbach yang menempatkan Tuhan sebagai proyeksi manusia yang berarti agama bagi Feurbach adalah keterasingan manusia. Bagi Marx, Feuerbach melewatkan satu persoalan "kenapa manusia mengasingkan diri kedalam agama?" Yang kemudian dijawab sekaligus dijelaskan sendiri oleh Marx: agama adalah pelarian dari realitas, sebab situasi masyarakatnya tidak mengijinkan manusia merealisasikan kemanusiaannya secara sungguh-sungguh, sederhananya: manusia tidak tidak dapat mengembangkan diri secara bebas akibat ditindas oleh sistem masyarakat, larilah dia ke agama dengan mengupayakan diri sebagai seorang 'petapa'. Dan kesimpulan dari Marx bahwa yang merusak kemanusiaan itu adalah apa yang disebut 'hak milik pribadi'

Atau mudahnya saya katakan saja kalau yang merusak kemanusiaan itu adalah 'kerakusan' manusia itu sendiri, beres. Perang, korupsi, manipulasi, pembunuhan, perampokan dan bentuk kejahatan dan kekerasan lainnya adalah berawal dari kerakusan.

Tentang "kemanusiaan yang bagaimana yang sesuai dengan Indonesia?" Tentunya adalah kemanusiaan yang sesuai dengan panca sila, yaitu kemanusiaan yang juga berkeTuhanan.

Perlu juga kiranya untuk kembali dipelajari mengenai aliran dalam ilmu kalam, dengan apa yang disebut dalam Islam "Qadariyah" dan "Jabariyah" yang pada dasarnya adalah berakar dari perbedaan pendapat dari kalangan ulama dalam memahami ayat-ayat Al Quran. Aliran Qadariyah adalah pendapat yang menyatakan bahwa manusia mempunyai kebebasan dan kekuatan sendiri untuk mewujudkan perbuatan-perbuatannya. Sedangkan Jabariyah berpendapat bahwa manusia tidak mempunyai kebebasan dan kehendak dalam menentukan perbuatannya, saya tidak akan menulis tentang pertentangan dua aliran ini, saya hanya ingin cari-cari kemusiaan yang cocok buat Indonesia.

Sekali lagi kemanusiaan itu tidak boleh lepas dari religi alias manusia itu tidak mungkin terlepas dari pengawasan Tuhan, manusia itu otonom tapi dalam kebebasannya di dunia sebenarnya adalah upayanya dalam membangun kehidupannya yang abadi, yaitu janji Tuhan akan surga dan neraka.

Cukuplah kemanusiaan yang "bagaimana" itu adalah sebagaimana telah disebutkan dalam panca sila "kemanusiaan yang adil dan beradab" yaitu menyadari diri sebagai seorang manusia yang sekaligus menyadari hidup diantara manusia-manusia yang lain, bersikap adil yaitu sebagaimana pernyataan Pramoedya Ananta Toer "adillah sejak dari pikiran": jika kau merasa sakit saat dipukul maka jangan memukul atau janganlah menyakiti manusia yang lain untuk mencapai kemanusiaan yang beradab, yaitu manusia yang menyadari kemanusiaannya; berkembang dan tetap berTuhan.