Orang sering bilang bahwa bharatayudha adalah perang saudara memperebutkan tahta Ngastina, tidak, dua kelompok sesaudara itu hanya bertempur, bukan mereka yang berperang, Kurawa dan Pandawa hanya bertempur. Angkat senjata.
Perang sesungguhnya ada pada meja siasat. Diluar kehendak para dewa, lupakan sejenak tentang itu, sebagaimana sebutir kerikil yang bergeser atas kehendak Yang Maha Kuasa. Lupakan dahulu. Kita bicarakan meja siasat, sebab dimata manusia kebanyakan sebenarnya disanalah perang sesungguhnya. Lupakan juga tentang peran dalang, bukan itu yang harus dibicarakan, toh dalang sebenarnya juga harus tunduk kepada alur cerita.
Bharatayudha adalah perang antara dua kekuatan besar yang samar, Kresna melawan Sengkuni, dua nama besar dengan peran masing-masing di pihak masing-masing. Memang, Kresna menyatakan diri tidak ingin terlibat dalam perang dengan mengatakan bahwa ia tidak akan membunuh seorangpun dalam pertempuran itu, tapi pada dasarnya ia berpihak pada Pandawa, meskipun posisinya dalam medan pertempuran adalah sebagai kusir dari kereta Arjuna.
Sengkuni, Kesatria yang menjadi patih Ngastina pada masa pemerintahan Prabu Duryudana. Ia anak Raja Plasajenar. Nama kecilnya Harya Suman. Ia adalah adik Dewi Gendari, ibu dari para Kurawa. Sekalipun licik dan penakut, tokoh ini dikenal sakti, kebal terhadap berbagai macam senjata (mungkin karena aking takutnya, maka ia belajar ilmu kebal). Sengkuni senantiasa memanas-manasi pihak Kurawa sepanjang cerita Mahabarata, dan dengan kelicikannya ia berhasil merebut kerajaan Indraprastha dari tangan Pandawa lewat suatu permainan dadu. Dalam tradisi wayang Sunda Sengkuni memiliki nama Sangkuning.
Dalam Versi wayang Jawa, Sengkuni digambarkan dalam sosok yang mirip dengan nama itu sendiri Sengkuni, dari kata "saka" dan "uni", yaitu menderita cacad buruk rupa adalah karena hasil ucapannya sendiri. Dalam hal ini Sengkuni bukanlah tipe orang yang mau belajar dari kesalahan, nama itu ia dapat karena wajahnya menjadi buruk setelah dihajar oleh Gandamana-pangeran kerajaan Pancala yang mengabdi pada kerajaan Ngastina pada masa pemerintahan Pandu.
Sengkuni yang ketika itu bernama Suman sangat berambisi merebut jabatan patih menggunakan cara-cara licik untuk menyingkirkan Gandamana.
Pada suatu hari Suman berhasil mengadu domba antara Pandu dengan muridnya yang berwujud raja raksasa bernama Prabu Tremboko. Maka terciptalah ketegangan di antara Kerajaan Hastina dan Kerajaan Pringgadani. Pandu pun mengirim Gandamana sebagai duta perdamaian. Di tengah jalan, Suman menjebak Gandamana sehingga jatuh ke dalam perangkapnya.
Suman kemudian kembali ke Hastina untuk melapor kepada Pandu bahwa Gandamana telah berkhianat dan memihak musuh. Pandu yang saat itu sedang labil segera memutuskan untuk mengangkat Suman sebagai patih baru. Tiba-tiba Gandamana yang ternyata masih hidup muncul dan menyeret Suman. Suman pun dihajar habis-habisan sehingga wujudnya yang tampan berubah menjadi jelek. Hidungnya yang semula "mbangir" jadi bengkok akibat tulangnya patah, matanya sipit seperti menyembunyikan rahasia, bibirnya cekung tertarik kebawah ketika diam jadi perlambang orang yang suka jual omongan dan gemar mengambil tindakan-tindakan tidak terhormat untuk menyingkirkan lawan-lawannya atau sekedar mengatur siasat dan menempatkan orang-orang kesayangannya.
Kresna, juga memainkan peran dalam siasat sepanjang kisah Mahabarata, jika Sengkuni adalah penasihat Duryudana, maka Kresna adalah yang mengatur arah bidak-bidak catur dalam perang Bharatayudha. Tercatat banyak tokoh-tokoh yang ia singkirkan baik dari pihak Kurawa maupun dari pihak Pandawa.
Kresna, putra Prabu Basudewa yang kemudian menjadi Raja Dwarawati, bergelar Prabu Sri Bathara Kresna. Beranama Kresna karena kulitnya yang berwarna hitam. Merupakan saudara kembar Baladewa, Baladewa sendiri berhasil disingkirkan oleh Kresna sebelum Bharatayudha berlangsung, kisah penyingkiran Baladewa terdapat dalam kisah "Krena Gugah", lalu Antareja anak Bima juga disingkirkannya sebelum pertempuran benar-benar terjadi.
Dalam Pertempuran tercatat gugurnya Pendeta Durna adalah akibat siasat licik dari tokoh ini, begitupun dengan tewasnya Sengkuni dan Duryudana di ujung pertempuran, meskipun yang bertarung adalah Bima tapi Sengkuni dan Duryudana menemui ajalnya setelah Bima mendapat nasihat (atau tak tik) dari Kresna.
Kresna pun adalah tokoh yang memiliki peran penting dalam mengaturjalannya pertempuran, dialah yang menentukan siapa bertemu siapa, siapa melawan siapa, siapa terbunuh oleh siapa. Dengan begitu, perang sejatinya berada diatas meja siasat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar