Pramoedya Ananta Toer

"kau pribumi terpelajar! Kalau mereka itu, pribumi itu, tidak terpelajar, kau harus bikin mereka jadi terpelajar. Kau harus, harus, harus bicara pada mereka, dengan bahasa yang mereka tahu"

Minggu, 17 Februari 2013

Menyelamatkan demokrasi, menyelamatkan bangsa

Masih dalam pembicaraan demokrasi, belum juga menemukan konsep yang sesuai untuk pelaksanaannya, bukan berarti tidak ada sebab di negeri ini telah ada tradisi musyawarah mufakat sebelumnya, hanya saja tradisi ini cenderung ditinggalkan dan bergeser pada sistem liberal dimana kemenangan mutlak dimiliki oleh mayoritas suara. Dan ini salah. Dengan cara seperti itu, pada akhirnya demokrasi yang diterapkan malah menyimpang dari pancasila.

Demokrasi menghendaki perbedaan, begitupun dengan pancasila dimana perbedaan memang diharapkan ada. Bhineka tunggal ika bukan hanya sekedar semboyan, ini adalah konsepsi untuk demokrasi, demokrasi yang diterapkan-disesuaikan dengan pandangan hidup bangsa, demokrasi pancasila. Inilah mengapa demokrasi pancasila tidak mengenal "oposisi" dan "koalisi" sebab yang diharapkan bukan sekedar suara mayoritas, minoritas juga harus diperhatikan. Ingin rasanya membicarakan hal ini dengan Pak Franz Magnis dan Pak Mahfud MD. Mimpi.

Dan yang sering terjadi adalah monokrasi yang menyatakan dirinya sebagai demokrasi dengan sistem mayoritas suara, sebagaimana regim orba yang otoriter dalam kemasan "demokrasi pancasila!". Memang pengertian monokrasi adalah pemerintahan yang dijalankan oleh seorang penguasa. Tapi apa yang terjadi jika struktur organisasi yang ada tidak menjalankan kewenangan dengan semestinya, sebaliknya malah terdapat bayang-bayang kekuasaan yang lebih berwenang diluar struktur organisasi.

Hal demikian tidak saja terjadi pada tataran pemerintahan, sangat mungkin dalam pemerintahan dari pusat hingga daerah untuk memunculkan kondisi seperti itu, apalagi pemerintahan di daerah juga telah menempatkan kepala daerah sebagai penguasa yang absolut, memang ada terdapat DPRD tapi legislatif daerah ini adalah bagian dari pemerintahan daerah. Dan Presiden pun tidak dapat memecat atau memberhentikan kepala daerah kecuali terdapat kepala daerah yang terlibat kasus pidana. Kondisi seperti ini niscaya dalam lembaga-lembaga non pemerintahan, tanpa mengurangi rasa hormat terhadap keberadaan lembaga-lembaga swasta yang pada dasarnya memiliki kebijakan dan aturan-aturan sendiri dalam mengaktifkan organisasinya, tapi keadaan semacam ini malah menyumbangkan "panorama liberalisme" dalam kehidupan berbangsa.

Dengan begitu, bangunan hukum yang dilengkapi oleh sanksi yang tegas adalah pilihan untuk menyeimbangkan demokrasi, toh yang berlaku di negeri ini seharusnya adalah nomokrasi (kedaulatan hukum) di samping demokrasi (kedaulatan rakyat) bukan malah monokrasi.

Para pemikir demokrasi awal, Plato dan Aristoteles sendiri sebenarnya malah menolak konsep demokrasi, sebagaimana yang dijelaskan oleh Aristoteles dalam hal ini, demokrasi merupakan pilihan buruk dari pilihan-pilihan lain yang buruk, demokrasi adalah sistem politik yang berbahaya sebab banyak "demagog" yang bergentayangan didalamnya. Para demagog itu adalah penipu, agitator yang seakan-akan memperjuangkan kepentingan rakyat padahal hanya mementingkan kesenangan dirinya dan membawa demokrasi ke dalam sistem diktaktorial, atau katakanlah "seolah-olah demokrasi".

Kiranya apa yang pernah di pikirkan oleh Aristoteles tersebut dapat menjadi pertimbangan dengan melihat realitas yang ada di negeri ini. Membentengi demokrasi dengan hukum adalah perlu, maksudnya adalah menegakkan hukum dengan mempertegas sanksi yang nantinya akan menjadi pagar sekaligus "ranjau" bagi para demagog.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar