Kafir, sering kali istilah ini digunakan secara gegabah dan ceroboh. Secara harfiah "kafir" adalah berarti orang yang menyembunyikan atau mengingkari kebenaran, dan dalam Islam adalah orang yang mengingkari nikmat Allah, lawan katanya adalah "syakir" atau orang yang bersyukur.
Tindakan "mengkafirkan" orang atau sekelompok orang tidak hanya terjadi akhir-akhir ini, tindakan ini sudah ada berabad-abad silam, yang umumnya persoalan yang mendasarinya adalah kepentingan kelompok tertentu. Berarti disini adalah tindakan politis, yaitu tindakan untuk mengatasi lawan-lawan politik.
Tindakan seperti ini dikenal dengan istilah "takfir" yang mulanya merupakan masalah teoritik yang berhubungan dengan konsep keimanan, yang kemudian berkembang menjadi persoalan yang bersifat praktik; alat bagi kepentingan (politik) kelompok tertentu. Hal ini terjadi karena perbedaan paham tentang dogma-dogma keimanan yang menjadi sangat berbahaya ketika berada ditangan oknum yang fanatik terhadap kelompoknya.
Banyak hal yang dapat menyebabkan takfir dan yang pasti kesemuanya itu dilandasi oleh kepentingan politik, ketidaktahuan adalah hal yang utama dalam penggunaan takfir sebagai senjata politik, sering menjadi tak tik "name calling" untuk menghabisi peran lawan politik. Sedang dalam Al Quran sendiri tidak terdapat anjuran untuk menghujat, apalagi menimpakan istilah "kafir" secara membabi buta, hanya dua macam kafir yang disebut dalam Al Quran, kafir dzimmi dan kafir harbi.
Memang hanya terdapat dua golongan di dunia ini, yaitu golongan Islam dan golongan kafir, tapi dalam perkembangannya istilah kafir ini malah juga digunakan untuk menyerang sesama kelompok Islam yang berbeda pandangan. Bahkan hanya karena berbeda pandangan politik sering pula terdapat kecenderungan untuk saling mengkafirkan satu sama lain, sebagaimana juga untuk meruntuhkan kewibawaan suatu negara.
Tidak adanya pemahaman mendalam tentang bagaimana suatu negara dapat dikategorikan kafir adalah pangkalnya, pengkategorian negara semacam itu adalah dari kondisi penduduknya, bukan dari sistem hukum yang mendominasi di negara tersebut. Selama negara yang penduduknya mayoritas muslimin dan syi'ar-syi'ar masih ditegakkan maka negara tersebut bukanlah suatu "daulah kafirah". Syi’ar-syi’ar Islam tersebut seperti adzan, shalat berjamaah, shalat Jum’at,
shalat ‘Id, dalam bentuk pelaksanaan yang bersifat umum dan menyeluruh.
Sebaliknya jika syi'ar-syi'ar tesebut tidak dilakukan secara umum, hanya sebatas minoritas muslimin, maka negara tersebut bukan negara Islam. Dengan Indonesia, dimana syi'ar-syi'ar Islam dilakukan secara umum dan menyeluruh dengan sendirinya Indonesia adalah negara Islam, bukan suatu "daulah kafirah", bahkan di Indonesia sendiri juga menjamin keamanan dari pelaksanaan syi'ar-syi'ar Islam. Sungguh sangat meragukan ketika suatu kelompok menganggap Indonesia adalah suatu "daulah kafirah" sebab itu hanyalah tindakan politis tidak sedang benar-benar ingin menegakkan syi'ar tapi sekedar kepentingan dan kekuasaan semata.
[sebelumnya: Indonesia bukan kafir (I)]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar