Kurikulum 2013, muncul dalam kehidupan masyarakat sebuah tanda tanya besar mengenai kebijakan ini, sekurang-kurangnya sudah sepuluh kali Indonesia membongkar-pasang kurikulum, dan jika kurikulum ini jadi dilaksanakan maka sudah menjadi yang kesebelas.
Pada dasarnya saya memandang pelaksanaan kurikulum 2013 ini merupakan satu langkah yang baik, hanya satu, tidak lebih sebab ternyata banyak sekali hal-hal yang tidak terkoreksi, sebut saja penghapusan mata pelajaran TIK di SMP serta kabar-kabar tentang penggabungan beberapa mata pelajaran, saya belum mengerti dengan pasti apakah hal ini hanya berlaku pada tingkat SD atau berlaku juga pada tingkat SMP? Masih tanda tanya. Tapi menurut saya penggabungannya kurang proposional.
Karena kurang mengerti maka tidak perlu dibahas, nanti malah menambah kekeruhan. Bahas yang sudah dimengerti dulu, tentang penghapusan matpel TIK di SMP, teknologi disini, hasil dari budaya yang dibangun selama puluhan bahkan mungkin ratusan tahun. Teknologi informasi.
Bukannya maksa, tapi yang namanya teknologi ini adalah salah satu unsur budaya dari tujuh unsur budaya yang dirumuskan Koenjaraningrat, dan ini adalah penting. Para siswa datang kesekolah untuk mendapatkan pengetahuan, pengetahuan itu adalah hasil pengalaman dari generasi sebelum-sebelumnya, termasuk dengan teknologi yang "njelimet" semacam TIK ini. Seringnya pembicaraan budaya/kebudayaan di negeri ini terjebak pada bagian terkecilnya saja, kesenian, bukannya tidak senang dengan bidang kesenian, tapi implikasinya terhadap pembangunan harus jadi pertimbangan.
Teknologi adalah juga seni, dan lebih dari itu teknologi adalah hasil nyata dari upaya manusia dalam mengolah dan menaklukkan keganasan alam, misalnya seperti teknologi informasi yang pada dasarnya adalah upaya manusia untuk menaklukkan alam terkait jarak dan waktu. Cangkul itu teknologi, juga sapu, punya nilai seni dan dua-duanya adalah hasil upaya manusia untuk mengolah dan menaklukkan alam.
Bapak saya, yang terhormat Yanuar Arief, saat masih jaman orba adalah seorang ahli elektro, banyak teman-temannya yang datang ke rumah buat mereparasi perlengkapan elektronik mereka, selain itu banyak juga pesanan untuk membikin perangkat-perangkat audio sampai-sampai pernah bikin studio musik yang sound sistemnya adalah buah tangan bapak. Pernah suatu ketika beliau berkelakar "saya ini seniman" kepada teman-temannya yang kemudian ditanggapi dengan canda tawa, tapi saya pikir kelakar bapak ini adalah serius, bapak adalah seorang seniman daripada seorang pegawai bank. Elektro, teknologi yang punya unsur seni.
Sebagaimana yang saya baca tentang pro-kontra penghapusan matpel TIK dari SMP adalah hanya karena kekhawatiran akan masih banyaknya guru yang gaptek alias gagap teknologi, maka saya ambil sudut pandang lain dimana tidak semua guru mampu membeli perangkat teknologi mengingat kabarnya TIK akan diintegrasikan dengan seluruh mata pelajaran yang ada, jangankan gurunya, siswanya yang belajarpun belum tentu mampu membeli. Sedangkan pemerataan fasilitas pendidikan di negeri ini masih jadi satu pertanyaan, atau bahkan masih sebatas angan-angan.
Jika hal tersebut tidak segera dipecahkan maka akan lebih jelas arah pendidikan negeri ini, yaitu pada suatu masyarakat kelas, sebab hanya masyarakat kelas tertentu saja yang akan menikmati pendidikan, bagaimana tidak, dimana masyarakat yang kebanyakan telah terasing ini masih juga dibebani biaya pendidikan, dan guru pada akhirnya sama seperti pedagang yang harus memiliki modal dagang. Lalu dengan keadaan seperti itu, tidaklah mungkin pendidikan mencapai kehasil gunaan dan kedayagunaan.
Sebagaimana penghapusan bahasa Inggris di tingkat SD yang tiba-tiba saja hal ini mengikut sertakan semangat nasionalisme sempit tentang bahasa, lha wong bahasa teknologi yang ada diseluruh dunia ini adalah bahasa Inggris, kok ya bahasa Inggris mau dihapus, mungkin hal itu bisa dilakukan jika seluruh teknologi di Indonesia ini bahasanya diubah pakai bahasa Indonesia. Saya tidak tahu apa di RRC dan Jepang sana bahasa Inggris diajarkan mulai sekolah dasar atau tidak, yang saya tahu banyak teknologi yang juga memakai tulisan dari dua negeri ini.
Keterbukaan adalah sangat penting dalam alam demokrasi, termasuk keterbukaan untuk menyusun kurikulum pendidikan, rakyat harus dilibatkan dalam hal ini, seluruh rakyat.
Sebagaimana pendapat Maxim Gorky "Hidup berarti sebuah usaha untuk pengetahuan, sebuah perjuangan untuk menaklukkan kekuatan misterius alam demi kehendak manusia. Semua manusia... harus bahu-membahu untuk perjuangan ini yang harus berpuncak pada kemerdekaan dan kemenangan akal-yang terbuat dari seluruh kekuatan dan satu-satunya kekuatan di dunia yang bekerja secara sadar".
Dan pendidikan sendiri adalah bagian dari unsur budaya, yang saat ini pendidikan inilah yang sepertinya memberi pembatasan pada budaya/kebudayaan, atau pikiran saya salah? Jika salah saya mohon maaf dan mohon koreksi. Salam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar