Pramoedya Ananta Toer

"kau pribumi terpelajar! Kalau mereka itu, pribumi itu, tidak terpelajar, kau harus bikin mereka jadi terpelajar. Kau harus, harus, harus bicara pada mereka, dengan bahasa yang mereka tahu"

Minggu, 18 Mei 2014

Partikel-Partikel Revolusi (I)

Partikel dalam ilmu alam seperti fisika digunakan untuk menyebut sebuah satuan dasar dari benda atau energi, sedangkan dalam kimia dikenal istilah 'koloid' atau partikel koloid untuk menunjuk pada "fase" yaitu fase koloid dimana dalam fase ini tidak dapat terjadi pengendapan, koloid tidak terpengaruh oleh gaya apapun, termasuk gaya gravitasi.

Dalam berbahasa, dikenal istilah partikel gramatikal, sebuah partikel adalah sejenis kata yang tidak dikelompokkan ke dalam kelas kata gramatikal infleksi (seperti nomina, pronomina, verba, atau artikel). Partikel merupakan istilah untuk menaungi satu kelompok kata yang heterogen yang tidak memiliki definisi leksikal yang tepat. (wikipedia).

Dan dalam ekologi dikenal sebagai objek kecil bukan dari jenis "non biologis"... saya tidak tahu apakah partikel juga terdiri atas bentuk-bentuk terkecil atau yang lebih kecil lagi atau bagaimana? Saya hanya akan menggunakan istilah ini untuk mencoba menggambarkan susunan revolusi sosial.

Revolusi sebagai sebuah ledakan dahsyat yang "menjebol dan memperbaiki" bukanlah suatu aksi yang mandiri, dia dibangun atas susunan partikel-partikel yang (untuk beberapa ahli) dikatakan sebagai prasyarat, yaitu prasyarat revolusi. Partikel-partikel tersebut berwujud organisasi-organisasi massa dan aksi massa, Rossa Luxemburg menggambarkan aksi massa ini sebagai pemogokkan massa.

Bukan pemogokkan massa yang dilakukan oleh kaum anarkis yang berpandangan bahwa revolusi bisa dilakukan dengan senjata, yang seringnya membawa 'chaos' dan 'riot' dalam aksinya. Atau sebagaimana umumnya pandangan masyarakat kelas menengah yang berpakaian necis bahwa perubahan bisa dilakukan dengan "mendudukkan serigala dan domba dalam satu meja".

Permasalahan utamanya adalah tidak mungkin borjuis membiarkan proletar memiliki modal yang mapan, baik modal 'rupiah' maupun 'pendidikan' untuk proletar harus seminim mungkin. Sebenarnya saya ndak perlu membicarakan pertentangan kelas borjuis versus proletar ini, sebab semuanya sudah ditulis begitu lengkap dan gemilang oleh para pemikir-pemikir kita.

Disinilah ironinya, disatu sisi para pemikir yang populis menebarkan tulisan-tulisannya dalam bentuk buku dan artikel yang jumlahnya mungkin sudah lebih dari ribuan, termasuk juga dari para pemikir dalam negeri / anak bangsa sendiri, namun disisi lain yang lebih umum adalah pembodohan dan pengkerdilan (termasuk didalamnya adalah 'komersialisasi pendidikan') kita belum terlepas dari jebakan masyarakat berdasarkan kelas alias sama sekali belum merdeka.

Upaya yang dapat dilakukan adalah "menjebol dan memperbaiki"nya yaitu revolusi, tentu melalui tahapan-tahapan penting dalam membangun suatu ledakan yaitu menyusun partikel-partikelnya, terutama sekali membangun kesadaran berdaulat masyarakat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar