Pramoedya Ananta Toer

"kau pribumi terpelajar! Kalau mereka itu, pribumi itu, tidak terpelajar, kau harus bikin mereka jadi terpelajar. Kau harus, harus, harus bicara pada mereka, dengan bahasa yang mereka tahu"

Minggu, 30 Desember 2012

Mengenai serat Darmagandul

30 Desember 2012,

Masih juga memilih untuk berdiam di rumah pada hari-hari akhir tahun 2012, hanya sekali keluar rumah, hari selasa kemarin berburu buku "Selimut Debu"nya Agustinus Wibowo. Gagal. Malah membawa pulang terjemahan "Darmagandul" yang ketika sampai di rumah waktu itu (sama sekali) malas saya baca.

Darmagandul, sepengetahuan saya 'kontroversi'nya sama seperti "gatholoco" yang terakhir ini sudah selesai saya baca terjemahannya, juga mendapati pandangan MH Ainun Nadjib tentang "gatholoco" tersebut, yaitu: suatu kritik konstruktif terhadap perilaku umat Islam di nusantara. Kalau menurut saya ini hanya sekedar prosa dan saya mengangguk setuju pada pendapatnya Cak Nun.

Tentang darmagandul, penulisnya sendiri masih misterius hingga kini, saya telusuri dari catatan kawan-kawan di internet hingga ke wikipedia malah memunculkan nama-nama yang berbeda tapi intinya sama, yaitu bercerita tentang keruntuhan Majapahit akibat serbuan tentara Demak yang dibantu Wali songo. Darmagandul terdiri atas tanya jawab antara guru dan murid dan syair-syair tembang, diawali dengan pertanyaan seorang murid kepada gurunya. Muridnya adalah Darmagandul dan gurunya adalah Ki Kalamwadi.

Ada keyakinan dari masyarakat Jawa, Ki Kalamwadi ini adalah nama samaran dari Ronggowarsito, kalam berarti kabar dan 'wadi' berarti rahasia. Tapi toh teori ini gagal, sebab sudah diketahui bahwa serat darmagandul ditulis pada hari Sabtu Legi, 23 Ruwah 1830 Jawa (atau sangkala Wuk Guneng Ngesthi Nata, sama dengan 16 Desember 1900). Sedangkan Ronggowarsito sendiri wafat pada 24 Desember 1873.

Dialog antara guru dan murid dalam serat darmagandul itu adalah suatu tanya-jawab, berawal dari pertanyaan si murid mengenai kapan terjadinya perubahan agama di Jawa, dan si guru menjawabnya dengan bercerita, mulai dari keruntuhan Majapahit hingga pertumbuhan pesat agama Islam yang ia sebut "agama Rasul" dari "ngarab".

Majapahit adalah simbol, nama aslinya Majalengka katanya. Raja terkahirnya bergelar Prabu Brawijaya yang tergila-gila dengan Putri Cempa (dari negeri Campa) yang beragama Islam. Setelah mereka menikah, keponakan sang putri bernama Sayid Rakhmat berkunjung dan memohon kepada sang prabu untuk menyebarkan agama Islam, dikabulkan.

Diikuti oleh kedatangan para ulama yang kemudian berdiam di pesisir utara Jawa, salah satu diantaranya bernama Sayid Kramat yang menjadi guru orang Jawa yang telah memeluk Islam, ia berkedudukan di Benang, Tuban. Seluruh masyarakat Jawa dari pesisir timur hingga barat berguru kepada Sayid Kramat, seorang maulana dari tanah "ngarab" masih keturunan Rasulullah, karenanya ia dipercaya menjadi guru oleh orang Islam.

Prabu Brawijaya memiliki putra bernama Raden Patah dari perkawinannya dengan Putri Cempa. Mendapat nama Babah Patah ketika diangkat menjadi Bupati Demak, membawahi seluruh bupati dari pesisir Demak ke barat. Pertumbuhan agama Islam bertambah pesat.

Para ulama memakai gelar sunan yang berarti budi (kesadaran/buah kesadaran). Pada saat itu budi (kesadaran) para ulama masih baik, memusatkan konsentrasi pada spiritual murni. Prabu keheranan dengan para ulama yang minta disebut sunan ini memiliki olah batin yang sama dengan spiritualitas agama budha

Mungkin Pas itu pikiran Prabu Brawijaya sama seperti yang pernah saya alami, tentang sumarah atau pasrah, sumarah ini merupakan salah satu aliran kejawen tapi saya gunakan istilahnya karena terlanjur pas sama saya. Sumarah. Punya dasar ikhlas tanpa batas, sabar tak berbatas~juga saya comot dari salah satu judul buku yang berkesempatan saya baca.

Memang, hampir tidak terdapat perbedaan olah batin antara masyarakat muslim dan budha, pun juga dengan berbagai agama yang ada, itupun ketika berada dalam tingkatan tertentu, saya sendiri masih mencari-cari tingkatan itu sementara masih saya temukan tentang sumarah tadi yaitu kepasrahan total pada kehendak Allah SWT. Namun jadi catatan tersendiri bagi saya bahwa menjadi Islam adalah bukan menjadi seorang pertapa.

Saya harus berhenti menuliskan pengetahuan saya ini, sebab pengalaman tiap-tiap orang berbeda dan saya tidak mau memperdebatkannya. Kembali pada Serat darmagandul, Hampir seluruh isi Serat Darmagandul merupakan bentuk turunan dari cerita babad yang telah ada sebelumnya. Kitab yang dimaksud adalah Babad Kadhiri yang ditulis pada tahun 1832 oleh Mas Ngabehi Purbawijaya dan Mas Ngabehi Mangunwijaya.

Darmagandul secara serampangan juga pernah saya dengar penjelasannya dari beberapa orang yang pernah saya temui ketika mencari tahu etika kejawen, yaitu darma yang berarti ajaran dan laku/perilaku, mengamalkan ajaran dalam perilaku. Gandul adalah adalah menggelantung, semua yang bergelantung. Dengan penjelasan sedikit nyerempet pada hal-hal yang vulgar, toh tetap saja saya dengar dan saya ingat sampai saat ini.

Saya akan bahas lebih banyak lagi, nanti, setelah rampung saya baca terjemahan darmagandul, selagi masih pagi, ngopi-ngopi cari inspirasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar