Pramoedya Ananta Toer

"kau pribumi terpelajar! Kalau mereka itu, pribumi itu, tidak terpelajar, kau harus bikin mereka jadi terpelajar. Kau harus, harus, harus bicara pada mereka, dengan bahasa yang mereka tahu"

Kamis, 15 Agustus 2013

Revolusi: Tobat Nasional

Bukan menjadi sebuah rencana ketika saya ditawari untuk ikut berpuasa pada tanggal 17 Agustus 2013 nanti, salah seorang crew GSP adalah seorang warga dari Tarekat Shiddiqiyyah Jombang, ketika berkumpul pas lebaran kemarin dia menyodorkan foto kopian surat edaran dari pondoknya yang berisi ajakan untuk melakukan puasa dan berdzikir pada tanggal 17 nanti. Jadilah pada hari sabtu nanti beberapa crew GSP akan melakukan puasa dan mengadakan semacam majelis dzikir.

Tidak terdapat hal-perihal yang salah atau bahkan buruk dengan dianggap sesat dalam ajakan itu, sebaliknya malah hal seperti inilah yang harus dilakukan oleh seluruh bangsa Indonesia, mensyukuri nikmat kemerdekaan yang serta merta mendoakan keselamatan bangsa dan negara, inilah puncak dari wujud nasionalisme (sementara menurut saya).

Juga masih menurut saya pribadi hal demikian inilah yang harus dilaksanakan oleh bangsa yang besar yang cenderung bingung memilih arah meskipun sudah punya cita-cita, bahkan memunculkan gagasan dalam pikiran saya, yaitu "tobat nasional".

Bukannya sok benar atau bahkan sok suci, tapi kalau mau jujur yang terjadi dalam bangsa ini adalah beragam penyimpangan yang bahkan meninggalkan kemanusiaan. Tobat nasional perlu untuk bangsa ini, terutama sekali oleh pejabatnya, para politikus dan para abdi negaranya.

Tentang Pondok dari Tarekat Shiddiqiyyah yang berada di Ploso-Jombang sebelumnya sempat saya kunjungi bersama beberapa crew GSP ketika memperingati Isra Miraj, terdapat bagian-bagian dari pondok yang membuat saya terkesan lantaran semangat nasionalisme yang tinggi yang ditampilkan dalam bentuk monumen-monumen, waktu itu saya merasa cita-cita saya dalam menemukan Indonesia sudah saya wujudkan ditengah-tengah ribuan warga Tarekat Shiddiqiyyah yang hadir malam itu, namun ketika sudah kembali ke Malang perasaan semacam itu tiba-tiba saja hilang dengan gemerlap liberalisme yang dipertunjukkan disepanjang jalan bersama kehadiran borjuis-borjuis yang senantiasa mencari kesenangan berlebih.

Sekaligus juga waktu itu saya mengingat sejarah "Resolusi Jihad NU" yang pernah saya baca yang intinya membela dan mempertahankan negara adalah wajib hukumnya (saya beranikan diri menulis seperti itu meskipun saya tidak mengerti tentang dalil-dalilnya) dan slogan dari warga NU "untuk menjadi Islam 100% di negeri ini juga harus menjadi nasionalis 100%". Mantab tanpa ditawar lagi.

Tentunya dalam pikiran saya (sementara) saat ini adalah dimana ketika keberadaan suatu negara yang dapat menjamin proses ibadah adalah perlu untuk diperjuangkan-dipertahankan.

Mengenai "tobat nasional" tentu sudah cukup jelas, bagi masyarakat yang cenderung menyimpang dan selalu berharap akan adanya perubahan-perbaikan ini untuk melakukan suatu revolusi, suatu revolusi yang berangkat dari diri sendiri, dari masing-masing individu, merubah diri untuk mengadakan perbaikan hidup yaitu dengan bertobat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar