Sinyal modem akhir-akhir ini kacau, sulit untuk sekedar membuka blog jandinya kemarin hanya menyimak pertengkaran dua suporter satu Provinsi, Aremania VS Bonek, padahal yang sedang bertanding adalah Arema VS Gresik Utd. dikandang Gresik dengan kemenangan 1-2 untuk Arema.
Banyak versi tentang kejadian ini, dan yang pasti dalam setiap perdebatan adalah menyalahkan satu sama lain. Ada yang bilang dalam perjalanan menuju Gresik Aremania sudah diserang oleh kelompok Bonek, ada juga yang bilang dalam perjalanan Aremania melakukan perusakan dan versi ini muncul dari media massa yang sepertinya mengupayakan terbentuknya arus utama pola pikir masyarakat. Ada juga yang mengatakan bahwa ada seorang penonton yang hanya karena menggunakan baju Bonek dikroyok hingga tewas oleh Aremania saat pertandingan Arema VS GU, lalu juga dengan hal yang serupa yang katanya terjadi di Stadion Gajayana sewaktu pertandingan antara Persema VS Persebaya (sehari sebelum Arema VS GU).
Saya jadi ingat beberapa kejadian sekitaran tahun 2001 di Sidoarjo, Stadion Gelora Delta Sidoarjo, waktu itu Aremania hadir dan mendominasi tribun penonton, mereka datang dengan kendaraan bermotor, belum lama pertandingan berlangsung dari luar stadion datang batu sebesar kepalan tangan, beberapa orang yang ada diatas kemudian teriak memberitahukan bahwa kendaraan-kendaraan yang sedang diparkir diluar dihancurkan oleh Bonek, saya juga lihat dan ternyata benar beberapa orang berkaus Bonek sedang asyik memecahkan kaca-kaca kendaraan Aremania. Terjadilah kerusuhan, pertandingan dihentikan dan Aremania pulang, sepanjang perjalanan pulang (dengan berjalan kaki untuk melindungi kendaraan yang diposisikan ditengah) banyak terdapat gangguan dari kelompok Bonek yang memicu pertempuran-pertempuran kecil sepanjang jalan.
Pernah terjadi juga disekitaran tahun 2008 di Stadion Brawijaya-Kediri, bukan dengan Bonek atau dengan Suporter Persik-Kediri, tapi dengan wasit, panpel dan masyarakat Kediri. Sepanjang pertandingan Aremania tidak saja disajikan permainan keras antara Arema VS Persipura, tapi juga permainan wasit dan hakim garis, puncak kejengkelan adalah kemarahan dengan penyerangan seorang suporter terhadap seorang hakim garis. Kabarnya hal ini terkait dengan isu SMS dari oknum pesepakbolaan nasional yang mengatakan bahwa Arema harus kalah, hal ini juga mengingat waktu itu sponsor yang melekat di kostum Arema juga merupakan saingan sponsor liga. Tidak berselang lama, Stadion Brawijaya Kediri menjadi tungku api. Dalam perjalanan pulang Aremania juga terlibat pertempuran dengan masyarakat Kediri, memang ada pengawalan dari Polwil untuk iring-iringan Aremania ini tapi masyarakat Kediri sendiri ternyata nekat menyerang. Saya cukup kenal dengan polisi pengawalnya, dulu waktu masih jadi wartawan saya sering ketemu dan ngopi bareng sama beliau. Dalam iring-iringan tersebut, polisi pengawal ada didepan, dengan sangat bertanggung jawab pengawal ini selalu mengkonfirmasikan keamanan jalur-jalur yang akan dilalui~termasuk menanyakannya pada warga Kediri yang sedang bergerombol ditiap gang. Tidak lama, bapak polisi pengawal yang tadinya merasa aman-aman saja malah mendapat laporan penyerangan terhadap Aremania di barisan belakang, pecahlah pertempuran.
Kabar terakhir dari kejadian antara Bonek VS Aremania ternyata sudah dimulai ketika Aremania melintasi tol Sidoarjo, bis Aremania diserang kelompok Bonek dan sempat membalas dengan membakar motor milik penyerang, berlanjut seusai pertandingan dimana Bonek ternyata menunggu Aremania disekitaran 6 KM arah Waru, dalam kabar berita ini saya juga sempatkan membaca komentar-komentarnya, kesan bangga terhadap pembunuhan-pembunuhan sangat terlihat disini, kabarnya Bonek tewas seorang lalu diikuti komentar Aremania tewas dua orang, dan saya berpikir inikah kita? Masyarakat Indonesia yang bangga dengan dosa-dosa. Tapi inilah kita, upaya saling bunuh tidak saja ada dalam kancah perang suporter sepak bola, kita boleh bangga dengan pancasila dan semboyan "Bhineka tunggal ika", hanya bangga dan tidak terlaksana dalam keseharian kita.
Sekali lagi, kita akan dapat dengan mudah menemukan upaya-upaya untuk saling bunuh dalam masyarakat kita. Ada dua kutipan Niezsche yang selalu menarik bagi saya sebab menurut saya adalah sangat cocok untuk menggambarkan manusia Indonesia kekinian. "Dimana ada makhluk hidup, di situ ditemukan kehendak untuk kuasa. Bahkan dalam abdi ditemukan kehendak menjadi tuan" demikian pandangan Netzsche yang saya ambil dari karyanya, Zarathustra, senantiasa orang sekarang berlomba dalam suatu kompetisi untuk menaklukkan satu sama lain, dominan adalah kemenangan meskipun harus dengan saling bunuh-bunuhan. "Curigailah terhadap semua yang di dalam dirinya terdapat keinginan kuat untuk menghukum!" Dimana saya sadari hari ini, kebenaran dalam alam pikir manusia kekinian adalah berangkat dari egoisme, bahkan kebenaran ini selalu menjadi perlu untuk dipaksakan meskipun harus memanipulasi Tuhan.
Fanatisme buta, tindakan dan pola pikir yang berlebihan mengagungkan satu hal yang tidak pantas untuk diagungkan adalah kebodohan yang sengaja dipelihara oleh mereka yang sedang menikmati kenyamanan kekuasaan, tentu dengan menyembunyikan kecurangan-kecurangan tanpa peduli dengan janji Tuhan. Pertempuran suporter bagi saya adalah salah satu hal yang memang sedang dipertahankan karena ada nilai jualnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar