Demokrasi adalah tatanan suatu masyarakat yang didambakan terwujud dalam sebuah negara, seluruh negara, tak terkecuali Indonesia. Pun di negeri ini demokrasi masih menemukan bentuk penyempurnaannya dalam demokrasi pancasila yang hingga saat ini masih saja dalam upaya perumusan belum pada proses sosialisasi. Dalam hal ini seharusnya sudah mulai untuk disadari bahwa pelaksanaan demokrasi yang didasarkan pada liberalisme adalah mengarah pada anarkisme.
Demokrasi liberal hanya mengurusi kehidupan politik, kehidupan diluar politik adalah urusan individu yang berdasarkan pada kebebasan individu. Dari sinilah anarkisme berawal, apalagi yang terjadi di Indonesia adalah demokrasi sebagai suatu bentuk peradaban tinggi dilaksanakan oleh masyarakat yang berperadaban rendah (rendahnya peradaban ini bukan merupakan warisan sejarah, kita sebagai suatu masyarakat pernah mencapai peradaban tinggi pada jaman-jaman kerajaan, dan sebagai suatu bangsa kita pernah mengulanginya dengan keberhasilan merumuskan konsep pancasila, hanya saja dalam perkembangannya kita enggan untuk melaksanakan peradaban ini).
Keengganan melaksanakan konsep pancasila akan dapat ditemui dalam masyarakat Indonesia saat ini yang cenderung berorientasi pada kebebasan hedonistik (menurut saya). Tidak hanya dalam kehidupan masyarakat, tapi juga diperlihatkan (secara terang-terangan) dalam bernegara oleh beberapa kalangan politisi kita dan organisasi-organisasi yang ada.
Sebagaimana yang saya saksikan lewat tayangan di Metro TV, Indonesia Bersuara kemarin, selasa tanggal 5 Maret 2013 sekitar pukul 21.00 mengenai UU Ormas, dua partai Islam kemarin dipertemukan dalam suatu debat, PKB dan PKS. Sepertinya PKS cenderung tidak sepakat dengan UU tersebut karena sepertinya keberatan untuk mencantumkan pancasila dalam asas organisasi, sebaliknya PKB menyatakan hal tersebut wajib-mencantumkan pancasila sebagai asas organisasi, termasuk parpol. Kedua partai ini pada dasarnya sama-sama sepakat bahwa pancasila adalah kesepakatan berbangsa yang sifatnya final, tapi PKS lebih berpendirian untuk tidak mencantumkan pancasila dalam asas organisasi dengan alasan jika hal tersebut diberlakukan maka nantinya akan menjadi kesulitan tersendiri sebagaimana contoh yang dikedepankan oleh PKS tentang organisasi "pecinta perkutut" (alasan klasik menurut saya, dan pandangan seperti ini kesannya malah mau mensakralkan pancasila).
PKB mendebat hal tersebut lantaran ada ketentuan dalam UU ORMAS tersebut tidak hanya mencantumkan pancasila sebagai asas tunggal, masih ada ketentuan lain yang mengatakan boleh mencantumkan asas lain sebagai latar belakang organisasi yang ada. Kelanjutan perdebatan tidak perlu di tulis, pikiran saya sampai saat ini "apakah ormas yang ada bersama masyarakat saat ini mencantumkan (meskipun hanya formalitas) pancasila sebagai asas organisasinya?" Sebagaimana ketidak tahuan saya apakah ada parpol yang tidak mencantumkan pancasila sebagai asas organisasinya? Apakah organisasi semacam FPI tidak mencantumkan pancasila dalam asas organisasinya? Sedangkan parpol ideologi sekaliber PKI saja dalam sejarahnya juga mencantumkan pancasila dalam asas organisasinya. Dan saya sedang menyaksikan perdebatan, untuk mencantumkan pancasila saja masih harus diperdebatkan.
Pancasila adalah kesepakatan luhur, ia bersifat final dan pancasila tidak bertentangan dengan ideologi dan agama apapun. Pancasila adalah gagasan akan suatu bangsa, perilaku dan pola pikir suatu bangsa yang diharapkan, ia harus dapat diwujudkan dalam segala bidang kehidupan masyarakat. Bagi saya apapun organisasinya ya harus mencantumkan pancasila sebagai asasnya, toh hal ini masih diperlunak dengan ketentuan untuk turut menyertakan bentuk ideologi lain dalam organisasi, meskipun itu organisasi masyarakat pemancing ya harus tetap mencantumkan pancasila. Alasan hal ini adalah selain untuk memasyarakatkan pancasila itu sendiri tentunya juga untuk membangun etika-estetika masyarakat, mewujudkan kepedulian dan kepekaan sosial masyarakat agar tercapai suatu kebangsaan, nasionalisme yang tidak hanya sekedar bangga-banggaan semata tetapi nasionalisme yang berusaha memperbaiki hidup sesama.
Pun pancasila sebagai asas tunggal tidaklah sama dengan penafsiran tunggal terhadap pancasila, dengan penafsiran tunggal terhadap pancasila berarti hanya mengangkat sudut pandang seseorang saja terhadap pancasila, hal ini sebagaimana telah dicontohkan oleh regim ORBA dengan P4 nya yang pada akhirnya bukan pancasila yang dilaksanakan, tapi pandangan ORBA sendiri yang lebih memberi "blue print" dan lebih terkesan "Jawaisme". Sekali lagi, penerapan asas tunggal pancasila tidaklah sama dengan penafsiran tunggal atas pancasila, pun penerapan asas tunggal ini juga telah diperlunak.
Dan yang kita tolak adalah segala upaya pembenaran dari kecurangan dengan mengatasnamakan pancasila.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar