Pramoedya Ananta Toer

"kau pribumi terpelajar! Kalau mereka itu, pribumi itu, tidak terpelajar, kau harus bikin mereka jadi terpelajar. Kau harus, harus, harus bicara pada mereka, dengan bahasa yang mereka tahu"

Kamis, 10 Januari 2013

Antara nepotisme dan keadilan koalisi

Pak SBY dikabarkan berencana mengumumkan nama pengisi jabatan Menpora besok pagi, kabarnya juga yang ditunjuk sebagai menpora kali ini adalah Roy Suryo, sudah cukup banyak yang mengenal tokoh yang satu ini yang sering muncul dilayar kaca, sebagai "detektor" kebenaran dari suatu kasus video atau gambar.

Jauh hari sebelum itu Pak SBY sebenarnya juga telah mengumumkan bahwa dalam waktu dekat akan segera memilih menpora, dan lebih adil kata beliau menpora harus dari partai demokrat. Istilahnya "bagi-bagi kue kekuasaan". Kabinet dalam pemerintahan koalisi.

Saya tidak paham betul tentang ketatanegaraan, hanya saja muncul pertanyaan: kenapa tidak menimbang keprofesionalan untuk menangani negara yang dihuni oleh bangsa yang belum juga menemukan identitasnya ini? Mengapa harus dengan pertimbangan keadilan dalam koalisi?

Indonesia saya kata belum menemukan identitasnya sebab sampai hari ini masih diwarnai oleh ethnosentrisme yaitu kecenderungan subyektif dalam memandang budaya orang lain, memandang budaya lain dengan kaca mata budaya sendiri akibat suatu isolasi. Membatasi diri terhadap yang lain. Dan kita akan bingung sendiri kalau disuruh menjelaskan tentang "siapa Indonesia?".

Tentang keprofesionalan, profesi, menekuni betul dan paham dengan apa yang dikerjakan. Disini Pak Roy memang orang profesional dibidang teknologi atau lebih sering kita sebut ahli telematika. Akhir-akhir ini saya ketahui beliau juga dari keluarga ningrat. Sebenarnya tidak ada masalah dalam hal ini, bahkan ada kemungkinan lebih baik mengingat bidang yang digeluti Pak Roy juga bidang yang serius. Hanya saja dikhawatirkan hal sedemikian ini, pengangkatan menteri atas dasar "keadilan koalisi" menjadi tradisi nantinya.

Jika hal tersebut menjadi suatu tradisi, maka sepertinya tidak akan ada beda antara nepotisme dengan "koalisi", pun sebenarnya pemerintahan koalisi itu ada ketika negara dinyatakan dalam keadaan bahaya, seperti peperangan. Atau mungkin juga negara ini sedang dalam keadaan bahaya sebab terlalu banyak partai bermunculan dengan menawarkan pragmatisme yang sama?.

Sore ini di Malang langitnya cerah berawan, udara bikin gerah. Ngopi-ngopi sambil menyimak berita, hanya itu yang jadi pilihan sebagai hiburan didalam kota yang kian tak bersahabat.

Dalam dunia olah raga, pemuda-pemuda kita bukannya bersatu dalam suatu semangat, yang terjadi adalah keterpecah belahan dengan mengusung bendera masing-masing dan kebanggaan kosong atas daerahnya, tidak perlu saya sebut dan jelaskan dalam hal ini, toh kasus tawuran antar suporter masih jadi menu utama media massa, juga tentang perseteruan mereka yang kadang-kadang malah seperti prajurit kerajaan yang siap perang. Yang seperti ini tergolong ethnosentrisme atau tidak?. Harapan besar kepada menpora yang baru untuk dapat mengeliminir kenyataan tersebut, juga tentang redupnya semangat kebangsaan dari kalangan pemuda yang kian hari cenderung apatis-hedonist, semoga dapat terselesaikan dengan tepat dan benar. Aamiin.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar