Kamis sore, cuaca cukup cerah bikin gerah sembari membaca kabar dari negeri "dagelan" yang masuk pada episode "suap daging sapi", disinyalir juga terdapat gratifikasi seks.
Dari permasalahan kelakar calon hakim agung, berlanjut dengan gaya hidup bangsawan yang terungkap oleh kasus (mantan) Bupati Garut, meninggalnya bocah RI dan yang terbaru adalah gratifikasi seks dalam temuan kasus suap daging sapi. Tentunya masih ingat perilaku wakil rakyat yang pernah tertangkap sedang menonton video porno saat sidang, saya jadi berpikir: benarkah kita sedang serius mendirikan suatu negara?.
Atau memang kita ini adalah bangsa paling porno?~sedikit terbawa emosi sebab tiba-tiba saja saya meyakini bahwa Indonesia ini ada hanya karena iseng. Semoga hal itu tidak benar, semoga saja hanya karena kejengkelan saya saja.
Betapa tidak saya berpikirnya seperti itu melihat kenyataan dalam pergaulan masyarakat yang lebih mengesankan perilaku liberalisme-individualistik, serta polah kebangsawanan para politisi yang ternyata juga menjangkiti masyarakat. Gila hormat-gila kuasa, semuanya seputar masalah syahwat. Gila.
Tidak turut perilaku semacam ini dikatakan "tidak gaul" yang mengesankan tidak modern, dan tidak modern ini adalah dimana perilaku orang yang tidak "kebarat-baratan", barat, kalau bukan Amerika ya Eropa, Amerika isinya kebanyakan juga orang Eropa.
"Barat" dalam hal ini menunjuk pada gaya hidup dan segala pernak-pernik budaya orang-orang Amerika dan Eropa, sedangkan negara kita masih akrab dengan sebutan "negara dunia ketiga" atau sering pula disebut bangsa timur, bangsa timur yang memiliki stereotype tidak beradab dan harus mencontoh "barat".
Jadi teringat nasihat Pramoedya Ananta Toer "Jangan agungkan Eropa sebagai keseluruhan. Dimanapun ada yang mulia dan jahat... Kau sudah lupa kiranya. Nak, yang kolonial selalu iblis. Tak ada yang kolonial pernah mengindahkan kepentingan bangsamu." Demikian ia tulis dalam karyanya 'Anak Semua Bangsa' salah satu tetralogi yang belum rampung saya baca.
Bukan lantaran lewat tulisan ini saya turut mengampanyekan kebencian terhadap bangsa barat~dalam hal ini Eropa dan Amerika, bukan itu maksud saya sebab saya juga dalam kesadaran bahwa kebencian adalah musuh utama yang harus diperangi, karena kebencian dapat merubah seseorang menjadi mayat hidup, tanpa jiwa.
Hanya saja disini saya melihat masyarakat kita sudah keterlaluan dalam memposisikan dirinya, bukan berusaha untuk menyaingi kehebatan "orang barat" tadi, malah keasyikan mencontoh kegagalan "orang barat" membangun peradabannya, diperdaya dengan kebebasan individual yang pada dasarnya anti sosial. Lalu gagal pulalah kita merumuskan etika-estetika untuk mewujudkan bangsa yang beradab, secara tidak langsung kecenderungan yang ada adalah tingkah biadab.
Tentu saya pesimis, sebab bangsa ini tidak memiliki kemungkinan untuk memunculkan pemimpin. Hampir tidak terdapat lingkungan yang kondusif untuk melaksanakan pendidikan yang mampu melahirkan calon-calon pemimpin.
Bung Hatta pernah melontarkan kritik dengan mengutip ungkapan penyair Jerman, Schiller, pada tahun 60 an terhadap bangsa ini sebagai "suatu masa besar yang menemui manusia kerdil", meskipun yang diambil adalah kutipan dari seorang "bangsa barat" tapi sepertinya sangat relevan pada masa sekarang ini, betapa kita adalah sekumpulan manusia yang pongah, berpayah-payah menyatakan diri beragama tapi hati berkiblat pada kemegahan dunia yang serta merta selalu berupaya mencari kepuasan pribadi. Kita banyak melahirkan konsepsi yang kita sumbangkan kepada masyarakat dunia, tapi kini kita malah melupakannya.
Hari ini saya begitu pesimis, saya tidak mengerti dengan segala yang saya pikirkan saat ini. Indonesia, entah dimana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar