Pramoedya Ananta Toer

"kau pribumi terpelajar! Kalau mereka itu, pribumi itu, tidak terpelajar, kau harus bikin mereka jadi terpelajar. Kau harus, harus, harus bicara pada mereka, dengan bahasa yang mereka tahu"

Minggu, 06 Januari 2013

Pemimpin, antara percaya diri, sadar diri dan tahu diri

Cuaca mendung di hari terakhir liburan, hal pertama yang dapat dilakukan adalah mencukur kumis, liburan telah menyebabkan kumis semakin menebal. Setebal mendung dipagi ini.

Kemarin ada tayangan di Metro TV, kalau tidak salah bertajuk "mata najwa" yang mendatangkan empat kandidat presiden RI, ada Abraham Samad, Dahlan Iskan, Mahfud MD dan Jusuf Kala semuanya duduk bersama berhadapan dengan puluhan audiens (puluhan, sebab yang saya lihat lewat layar kaca sebatas itu meski sepertinya lebih dari itu).

Menarik ketika masing-masing ditanya soal "nyapres" Pak Dahlan mengutarakan pertanyaan balik tentang "lebih baik mana: menjadi ban belakang atau ban depan pada suatu kendaraan?" Bukan karena pas beliau mengutarakan pertanyaan ini pas juga ada kabar tentang insiden di Plaosan-Magetan, tapi penjelasan dari jawabannya yang bikin menarik.

Tentunya ban belakang akan lebih cepat aus daripada ban depan, sebab ban belakang selalu berusaha mengejar ban depan. Saya berpikir, memang ada kecenderungan bagi masyarakat Indonesia untuk berlomba-lomba jadi pemimpin dengan usahanya masing-masing yang sepertinya tanpa peduli dengan akibat-akibat yang ditimbulkannya. Aus, habis ditengah perjalanan.

Sampai hari ini masih ada yang mati-matian berjuang mencapai RI 1 meskipun belum waktunya bagi parpol untuk mengajukan calonnya, bahkan membawa-bawa ulama segala yang uniknya meski "merasa berdosa jika tidak maju nyapres lantaran telah didesak oleh umat dan ulama" toh dia banting tulang untuk mengadakan touring menggalang dukungan para ulama. Jadi, yang mendesak dia ulama yang mana?.

Memang butuh suatu kepercayaan diri yang tinggi untuk memimpin negeri, apalagi negeri seperti Indonesia ini, hal yang perlu dimiliki menurut saya untuk dua tokoh politik kita: Dahlan Iskan dan Mahfud MD, sedang untuk Pak Jusuf Kala hal demikian bukanlah hal yang baru, sudah kita lihat sendiri sepak terjangnya ketika masih menjadi Wakil Presiden mendampingi SBY pada periode pertama.

Kemarin pula bacaan saya sudah sampai pada bagian "Gus Dur yang cerdik, Gus Mus yang arif" pada buku "Gus Dur: Islam, politik dan kebangsaan" karya Mahfud MD. Pada halaman 31 Pak Mahfud cerita tentang kisah yang pernah ditulis oleh Gus Mus, tentang Umar dan Abu Bakar, dimana Umar bersikukuh tidak ingin diangkat sebagai khalifah tapi Abu Bakar terus memaksa. Umar yang terkenal dengan keadilannya takut dengan pertanggung jawabannya kelak dipengadilan terakhir (hari akhir) dan diyakinkan oleh Abu Bakar tentang payung Allah yang akan memayungi para imam yang adil dan salah satunya adalah Umar.

Ini, orang adil yang berorientasi tidak hanya seputaran politik di dunia, Umar berorientasi pada kehidupan kelak yaitu ketika ia dihadapkan dengan pengadilan tertinggi yang terakhir di hadapan Allah SWT.

Ya, ketika kita hanya mengerti tentang tujuan lalu mengejarnya maka akan ada kecenderungan untuk membahayakan lingkungan sekitar, akan lebih baik memang untuk mencapai tujuan tersebut tidak perlu terlalu dipikirkan tujuan tersebut, tapi juga rambu-rambunya. Seperti ketika kita hendak menuju pada suatu tempat dan hanya memikirkan tempat tujuan kita, maka akan banyak kemungkinan kita akan sering melanggar rambu-rambu lalu lintas, tapi ketika kita dalam usaha kita berjalan-mengalir dalam "koridor" rambu-rambu tersebut maka kemungkinan kita dan sekitar kita selamat akan semakin besar.

Kopi pagi pada minggu yang murung, langit mendung... cheers

Tidak ada komentar:

Posting Komentar