Pramoedya Ananta Toer

"kau pribumi terpelajar! Kalau mereka itu, pribumi itu, tidak terpelajar, kau harus bikin mereka jadi terpelajar. Kau harus, harus, harus bicara pada mereka, dengan bahasa yang mereka tahu"

Sabtu, 19 Januari 2013

Eschapisme dan minyak wangi

Baru bisa menulis selepas ishak, sebenarnya dari tadi siang sudah menulis hanya tidak saya publikasikan, sengaja memang, menunggu waktu yang tepat. Kalaupun waktu tersebut tidak juga datang dan saya keburu tewas, maka ada kemungkinan yang menerbitkan adalah orang lain, sudah saya tinggali alamat dan passwordnya di dalam buku harian. Hanya sekedar catatan tentang segala yang pernah dan sedang saya hadapi.

Tidak perlu membahas hal tersebut saat ini, saya mau membahas tentang minyak wangi atau istilahnya parfum, dan bukan yang dicampuri alcohol tapi yang istilahnya "bibit", entah kenapa disebut seperti itu saya juga belum paham.

Awal saya mengenal hal ini juga terhitung barusan, mungkin baru setahun kemarin dan itupun karena ketidak sengajaan. Ketika saya mulai penasaran dengan hal-hal yang berbau mistik, inipun pada awalnya saya tidak merencanakan, saya hanya menelusuri etika kejawen waktu itu, dan pada saat itu saya juga sedang ingin belajar ilmu tajwid.

Setiap kali menemui orang-orang yang saya anggap sebagai narasumber (kejawen) selain membicarakan seputaran filosofi dalam kejawen selalu juga disertakan dengan keampuhan benda-benda pusaka dan ajimat milik orang-orang tersebut, selalu saja berbau wangi.

Pada suatu hari, seorang murid saya yang sering menginap di rumah saya menawari saya untuk mencoba menggunakan sebuah tasbeeh yang terbuat dari kayu yang ia dapatkan dari kakaknya. Ya saya gunakan, karena pikiran saya waktu itu jauh dari hal-hal mistik, baunya juga wangi. Jadilah saya tertarik dengan bau-bau tersebut~selain juga jadi penasaran akan hal-hal mistik. Dan ketertarikan saya bukanlah ketertarikan yang menganggap hal tersebut sebagai solusi dalam suatu permasalahan, mungkin sekedar penasaran kalau orang bilang.

Mencoba cari tahu tentang ragam jenis minyak wangi yang sering digunakan sebagai keperluan dibidang mistik dan ritual, bertanya pada murid saya yang lain yang saya ketahui dia adalah salah satu penggiat seni kuda lumping. Dapat empat nama minyak wangi: cendana, misik dan javaron.

Belum puas, saya bicarakan dengan ayah saya, saya ceritakan tentang tasbeeh milik murid saya itu, alasan saya membicarakan hal ini dengan ayah saya adalah meskipun ayah saya ini mengaku sebagai seorang sosialis-realis tapi pada kenyataannya saya ketahui beliau juga menyimpan beberapa pusaka. Mungkin sama halnya dengan Ir. Soekarno, atau mungkin tokoh-tokoh politik negeri ini memang demikian? Saya tidak tahu.

Tidak perlu dibahas, kita bahas minyak wanginya saja yang belakangan saya ketahui bahwa menggunakan wangi-wangian adalah termasuk sunnah, saya tidak dapat menyebutkan dalil-dalil dan hadis riwayatnya, terlalu panjang dan cukup saya tahu bahwa hal tersebut sunnah. Pun saya sekarang menyukainya selain sebagai hal baru bagi saya. Tak tanggung kinipun banyak yang menganggap saya adalah orang yang memiliki kemampuan mistik.

Pikir saya orang-orang tersebut terlanjur dalam untuk mengapresiasi kegemaran baru ini, selain memang pada dasarnya orang Indonesia, khususnya masyarakat Jawa masih juga cenderung memilih jalan pintas untuk menyelesaikan masalah, mungkin dengan mistiklah mereka dapat menyelesaikan masalah dengan cepat dan tanpa resiko. Dan ini salah.

Masalah ada adalah sebagai sarana agar orang bisa jadi lebih kuat, dan masalah tidak akan pernah selesai hanya dengan minyak wangi. Aneh-aneh saja.

Minyak wangi pada beberapa orang akan menumbuhkan perasaan nyaman ketika menggunakannya, saya pun demikian, sering saya merasa aman ketika mencium keharuman dan terkadang pula jadi nyaman dan malah jadi ingin tidur. Waktu sholat pun seperti itu, saya merasa nyaman dengan kebiasaan baru saya saat ini.

Bagi beberapa orang malah menggunakan minyak wangi untuk membantu kenyamanan saat melakukan meditasi, memanglah kenyamanan jadi syarat utama untuk mencapai konsentrasi, meski sering pula ditemui hal ini malah digunakan sebagai salah satu sarana "eschapism", salah satu karena banyak sarana termasuk menggunakan obat-obatan dan minuman keras. Mabuk.

Dengan seperti itu, mabuk (entah karena minuman, obat atau bahkan minyak wangi) maka pada dasarnya seseorang secara tidak langsung telah melarikan diri dari keterasingan menuju keterasingan yang lain yang tidak ia sadari juga berpotensi untuk menghancurkan dirinya sendiri.

Masyarakat di negeri ini pada umumnya menolak pemikiran Karl Marx karena ia pernah berpendapat bahwa agama adalah candu, tapi kebanyakan masyarakat negeri ini malah mencari pelarian dengan sarana-sarana yang tidak perlu dan tidak bermanfaat. Saya menulis ini dalam semerbak aroma kesturi hingga mengantuk dan kurang sanggup berpikir. Jadi cukuplah jurnal ini mengambang sampai disini, saya mau tidur.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar