Menyerah tanpa syarat seperti Jepang di Tahun 1945, saya nyerah untuk mewujudkan jalan-jalan di liburan kali ini, tapi memang sementara akan lebih baik tetap berada di rumah.
Dari koran facebook ada kabar "MUI: syariat Islam tak mengatur wanita ngangkang" dalam berita itu dijelaskan bahwa pernyataan itu merupakan reaksi terhadap pemerintah
kalau masyarakat sendiri yang menyelesaikan masalah etika dan estetika, maka
penyelenggara negara tidak perlu bertindak berlebihan, dalam hal ini
masyarakat seringnya malah gagal dalam membentuk etika dan estetika.
Bukankah kita juga sedang mencari Indonesia yang bermartabat? Baik atau buruknya wanita ngangkang pas berkendara itu sesuai kondisi, asal sopan... ngangkang dengan sopan... (?)... pokoknya, yang terpenting adalah masyarakat kudu temukan etika dan estetikanya.
Gunanya ada negara dan penyelenggaraan negara adalah mewujudkan kesejahteraan umum, cita-cita kita sebagai bangsa adalah pancasila, sila kelimanya adalah keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Nah, bagaimana mewujudkan keadilan sosial ini tanpa adanya ketertiban dan keamanan? Negara itu ada untuk menertibkan sekaligus memberi rasa keamanan kepada masyarakatnya, lha bagaimana jadinya kalau masyarakatnya sendiri enggan ditertibkan? Kita ini sudah terlanjur kehilangan rasa aman dalam banyak hal karena kita sendiri seringnya gagal dalam membentuk etika dan estetika.
Kita sebagai masyarakat cenderungnya lebih memilih untuk bebas-bebasan yang akibatnya-seringnya malah meresahkan yang lain. Kita sedang nyontoh tradisi liberalisme yang sebenarnya jauh di belakang tradisi kita.
Kok jadi marah?.
Ya sudahlah, kita cari etika dan estetika untuk menemukan Indonesia. Sambil ngopi-ngopi cari inspirasi tentang Indonesia kita yang sedang kita hancurkan ini. Peradaban suatu bangsa dinilai dari etika dan estetikanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar