Penetapan MK untuk menghapus RSBI disambut dengan suka cita
tanpa ada perayaan yang berlebihan oleh masyarakat, tidak ada sorak-sorai
pelajar ataupun pesta ungkapan kegembiraan atas pembebasan salah satu hak
masyarakat ini dari komersialisasi. Segalanya berjalan sewajarnya.
Terlalu berlebihan untuk membayangkan kegembiraan pelajar
untuk merayakan hal ini, sedangkan pada dasarnya pelajar sendiri telah berada
dalam keterasingan sejak ia mengenal dunianya, dunia pendidikan. Meskipun
cita-cita berbangsa yang terdapat dalam pembukaan UUD 1945 sendiri juga turut
menyatakan bahwa “mencerdaskan kehidupan bangsa” adalah salah satu tujuan utama
bangsa ini membentuk suatu negara yang merdeka, toh tidak pernah ada upaya
untuk mewujudkan suatu pendidikan “yang membebaskan” untuk mewujudkan
kecerdasan bangsa.
Serba mekanik, rigid dan komersial menurut saya. Meskipun
penilaian saya ini juga masih perlu dipertanyakan. Pemerintah tidak pernah melakukan pembenahan
yang berarti dalam bidang pendidikan dan seakan membiarkannya menjadi salah
satu barang dagang yang dimanfaatkan
oleh kalangan tertentu untuk mendapat keuntungan dari masyarakat. Bukan
pengabdian.
Bagi saya keputusan MK tersebut merupakan momentum yang
tidak boleh disia-siakan begitu saja, sebab ini bisa jadi awal bagi negara
untuk membangun lagi kewibawaannya, memperlebar perannya yang sudah terlalu
lama dirampas oleh pasar.
Harus terus dicari akar-akarnya, apa yang menyebabkan
pendidikan terjebak dalam dunia pasar yang tanpa ampun menghisap dan
mempermainkan rakyat. Mungkin dengan UU BHP atau tentang otonomi kampusnya,
dimana menurut saya dari hal-hal inilah semua bermula, sekolah-sekolah latah
menerapkan komersialisasi sebagaimana perguruan tinggi.
Semoga saja, keputusan MK ini dapat membuka ruang
pengetahuan masyarakat untuk mewujudkan kehidupan bangsa yang cerdas sesuai
dengan cita-cita yang dimuat dalam pembukaan UUD 1945.
Pendidikan adalah hal yang penting untuk membangun suatu
bangsa, ia begitu penting karena juga merupakan benteng awal dari gempuran dehumanisasi yang dapat memperburuk
kondisi bangsa. Proses dehumanisasi
sendiri dapat kita rasakan dengan hilangnya rasa aman yang jangankan anak-anak
(pelajar), kita sendiri pun pasti sudah merasa tidak aman untuk berada di
negeri ini.
Pendidikan yang hanya memandang masyarakat hanya sebatas
konsumen, nantinya hanya akan menghasilkan pengkerdilan, pelajar hanya
disiapkan untuk menjadi pekerja yang tidak memiliki kepekaan sosial. Hal
demikian terjadi karena juga terdapat upaya untuk memenuhi salah satu kebutuhan
pembangunan yang tidak berorientasi kepada masyarakat, yaitu tenaga kerja
murah.
Inilah yang sedang terjadi, bertambahnya angka pengangguran
sebab terjadi “over load” tenaga
kerja yang sejak awal telah ditentukan oleh penjurusan-penjurusan disekolah.
Penyediaan tenaga kerja murah hasil pengangguran dan peran yang besar, investor
datang, anak bangsa terasing dalam kehidupannya sebagai pekerja sekaligus
sebagai konsumen semata.
Sekali lagi, semoga keputusan MK ini dapat menjadi dobrakan
awal pembebasan bangsa dari keterasingan. Aamiin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar